“Pada jaman kerajaan dulu, rakyat menyampaikan aspirasinya dengan cara berkumpul dan berjemur di alun-alun sambil menundukkan kepala yang disebut “pepe”. Hal ini disaksikan oleh Raja, yang kemudian menanyakan perihal aksi rakyat di depannya. Sang Perdana Menteri menjelaskan keinginan rakyat untuk merubah atau mencabut aturan yang dibuat oleh Istana. Sang Raja terharu, dan menuruti keinginan massa. Setelah kebijakan itu dicabut, massa pun bubar dengan tertib. Demikianlah makna yang akan dilakukan pada aksi sejuta buruh, untuk mengundang keterharuan pengambil kebijakan; pemerintah dan DPR agar mencabut UU Omnibus law”.
Demikian gambaran pesan yang disampaikan oleh Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh, Mohammad Jumhur Hidayat dalam Diskusi Publik yang diadakan oleh GEBRAK (Gerakan Buruh Bersama Rakyat) pada hari Jum’at, 5 Agustus 2022 di kantor YLBHI Jakarta.
Aksi sejuta buruh yang akan berlangsung pada tanggal 10 Agustus 2022, adalah untuk menunjukkan kepada Pemerintah dan DPR sikap tidak setuju kita semua terhadap UU Omnibus Law, bukan untuk “jatuh-menjatuhkan”.
Gerakan massa bisa mengundang keterharuan penguasa bahwa ada masalah serius yang dirasakan rakyat. Kalau penguasa terharu dengan kehadiran kita di lapangan, maka tuntutan kita bisa diterima.
“Semoga kegiatan kita bersama bisa mengundang keharuan penguasa. Karena itu janganlah ada ranting yang patah, tidak ada pot bunga yang pecah dan tidak ada sampah berserakan dalam aksi sejuta buruh itu”, tutup Jumhur Hidayat.